Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi ujicoba keperantaraan KOMPAK.Ruang lingkup evaluasi mencakup dua hal, yaitu terkait implementasi ujicoba di lapangan dan hasilnya, serta potensi/indikasi keberlanjutan model ini di tingkat pemerintah daerah. Evaluasi dilakukan pada lima dari 14 komoditi/lokasi ujicoba, yaitu di Aceh Barat (kerajinan eceng gondok), Pekalongan (batik), Trenggalek (biofarmaka), Pacitan (tepung mokaf), dan Lombok Utara (desa wisata).
Sejak zaman Orde Baru, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) selalu disadari sebagai bagian penting dari ekonomi dan tatanan berusaha di Indonesia. Dengan semua upaya yang pernah dilakukan dan goncangan ekonomi yang terjadi, usaha kecil tetap merupakan faktor kunci dari ekonomi Indonesia dan tetap menjadi sumber utama serapan tenaga kerja kita. UMKM menyumbang 60,34% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional serta menyerap 97% dari total tenaga kerja di Indonesia.[1] Dengan kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja tersebut, pengembangan UMKM juga dilihat sebagai kunci pengentasan kemiskinan.
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program dan bantuan untuk pengembangan UMKM terutama dalam bentuk pelatihan atau permodalan. Pendekatan sisi input ini mengasumsikan bahwa pasar adalah suatu entitas yang netral. Karenanya, untuk dapat terlibat dalam pasar seperti ini UMKM perlu dibantu dengan kerangka bantuan yang berorientasi pada penjembatan usaha sehingga terjadi perubahan akses pasar bagi UMKM. Setelah pasar riilnya jelas dan dapat diakses, kita bisa melihat dan memperbaiki kekurangan-kekurangan di sisi input dan pengorganisasian produksi.
Dengan argumen itu, KOMPAK melakukan ujicoba pengembangan keperantaraan bagi kelompok usaha khususnya dalam kategori UMK (Usaha Mikro Kecil) yang dimulai sejak tahun 2018 dan akan berakhir pada tahun 2022. Ujicoba ini melihat komoditi-komoditi unggulan daerah (kecamatan/kabupaten) yang berpotensi menyerap banyak tenaga kerja dan mempunyai peluang untuk peningkatan pasar. KOMPAK menjembatani hubungan antara pelaku UMK di desa dengan mitra swasta yang bertindak sebagai pembeli dan pemerintah daerah terutama kabupaten. Pelibatan pemerintah daerah dilakukan dengan tujuan agar terjadi keberlanjutan di mana pemerintah daerah mengadopsi pendekatan ini secara luas dan mengalokasikan anggaran untuk model ini.
Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi ujicoba keperantaraan KOMPAK.Ruang lingkup evaluasi mencakup dua hal, yaitu terkait implementasi ujicoba di lapangan dan hasilnya, serta potensi/indikasi keberlanjutan model ini di tingkat pemerintah daerah. Evaluasi dilakukan pada lima dari 14 komoditi/lokasi ujicoba, yaitu di Aceh Barat (kerajinan eceng gondok), Pekalongan (batik), Trenggalek (biofarmaka), Pacitan (tepung mokaf), dan Lombok Utara (desa wisata). Data dikumpulkan melalui review terhadap dokumen program serta wawancara dengan pelaksana program KOMPAK termasuk pelaksana di lapangan, dengan pelaku UMK dan pekerjanya, serta dengan narasumber informan terkait. Secara total studi ini mewawancarai 91 informan, termasuk di dalamnya 30 perempuan pelaku UMK dan pekerjanya. Studi ini juga menambahkan contoh-contoh dari literatur untuk memperkuat masukan terhadap kebijakan.
[1] DPJB. (2020, June 19). Dukung UMKM Hadapi Pandemi, Pemerintah Berikan Subsidi Bunga. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI. https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/component/content/article/842-campaign-4/3335-dukung-umkm-hadapi-pandemi,-pemerintah-berikan-subsidi-bunga.html?Itemid=776