Pengelolaan Tanah Kas Desa yang lebih Inklusif
Kamis, 16 Januari 2020,
Diselenggarakan diskusi terfokus mengenai pengelolaan Tanah Kas Desa (TKD) di enam desa di wilayah Kabupaten Kebumen. Diskusi ini diselenggarakan di aula Kantor Desa Podoluhur dan dihadiri oleh Kepala Dispermades-P3A, Kepala Seksi Bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Desa Dispermades P3A, perwakilan dari Bappeda, perwakilan Bagian Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah dan perwakilan dari Kecamatan Klirong. Selain itu hadir juga perwakilan unsur pemerintah desa, BPD, perempuan, dan pemuda dari Desa Podoluhur, Kritig, Sidomulyo, Bonoworo, Sinungrejo, dan Kalibeji.
Acara ini dimulai dengan paparan temuan asesmen pengelolaan tanah kas desa di enam desa tersebut yang dilakukan oleh FORMASI (Forum Masyarakat Sipil) Kebumen bekerja sama dengan lembaga penelitian sosial, AKATIGA Bandung. Diskusi ini sebagai rangkaian penelitian yang bertujuan untuk mendorong perbaikan kebijakan pengelolaan TKD yang lebih prioritas kepada kelompok miskin, perempuan, dan kelompok muda. Lebih lanjut, terbukanya akses lahan TKD ini merupakan salah satu upaya peningkatan kesempatan kerja orang muda di bidang pertanian.
Yusuf Murtiono selaku presidium FORMASI menyampaikan hasil asesmen yaitu bahwa TKD termasuk di dalamnya tanah kemakmuran di enam desa masih dikelola dengan tata cara lokal desa. Pengelolaan tanah kas berupa tanah bengkok relatif seragam yaitu diperuntukkan sebagai insentif Kepala Desa, Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya. Sementara tanah kemakmuran rata-rata diperuntukkan kepada Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD), BPD, perangkat adat, petugas-petugas, dan adapula yang ditujukan untuk masyarakat umum.
Seperti diamanatkan dalam UU Desa dan turunannya PP 47/2015 (perubahan PP 43/2014), pengelolaan TKD sebagai salah satu aset desa harus dilakukan secara transparan, berdasarkan hak asal usul, dan harus dipergunakan untuk kepentingan umum. Setidaknya ada Desa Sidomulyo dan Desa Kritig yang sudah mengalokasikan tanah kemakmuran desa untuk masyarakat miskin dan pemuda (Desa Sidomulyo). Selebihnya pengelolaan tanah kemakmuran masih dilakukan melalui musyawarah desa terbatas/ tidak melibatkan semua unsur masyarakat, dengan penunjukan langsung, atau kebiasaan pembagian berdasarkan turun menurun.
Frans Haidar, Kepala Dispermades P3A mengapresiasi kegiatan ini dan mendukung perbaikan kebijakan pengelolaan TKD yang lebih prioritas pada warga miskin dan pemuda. Beliau berujar, “Inovasi pengelolaan TKD dilakukan sebagai upaya mengatasi kemiskinan di desa dan ditujukan untuk kesejahteraan warganya. Pengelolaanya harus melalui Musdes dan transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Dukungan atas upaya perbaikan pengelolaan TKD juga disampaikan oleh Bagian Tata Pemerintah Sekretariat Daerah dan perwakilan Bappeda Kabupaten Kebumen. Menurut mereka, perbaikan pengelolan TKD harus didukung dengan ketersediaan data yang baik melalui identifikasi dan inventarisasi semua aset desa termasuk TKD. Yan Setiawan, Kasi Pengelolaan Aset Desa Dispermades, menyampaikan jika pendataan tanah kas desa di Kebumen masih berjalan lambat. Padahal jika ingin menata pengelolaan tanah kemakmuran desa dibutuhkan data yang valid. Dirinya menghimbau agar perangkat desa segera mengimplementasikan apa yang didapat dari pelatihan pendataan aset desa di desanya masing-masing.
Perwakilan kelompok muda dari Desa Kritig dan Podoluhur juga menyampaikan pendapat mereka. Di Podoluhur, selama ini pengelolaan tanah kemakmuran belum melibatkan kelompok muda. Selain itu, informasi mengenai jumlah tanah kemakmuran dan pengelolaannya pun masih kurang terbuka. Sementara Sukirno, Ketua Karang Taruna Desa Kritig menyayangkan belum adanya alokasi tanah kemakmuran untuk pemuda.
“Sebaiknya Karang Taruna tidak hanya dilibatkan dalam perayaan 17 Agustus saja. Jika ada hak mengolah tanah kemakmuran untuk Karang Taruna, dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan kegiatan karang taruna dan sebagai sumber pendapatan tambahan bagi mereka”, terang Sukirno. Ia juga menekankan generasi muda (laki-laki dan perempuan) sangat penting untuk dilibatkan dalam pengelolaan tanah kemakmuran sebagai upaya mengatasi krisis regenerasi petani dan membuka potensi kesempatan kerja di sektor pertanian bagi mereka.
Adanya dorongan dari pihak pemerintah, dan aspirasi dari masyarakat menjadi bahan pertimbangan bagi desa-desa yang hadir dalam diskusi ini untuk melakukan peningkatan kualitas tata kelola tanah kas yang tepat sasaran di desa mereka. Namun demikian, para perwakilan desa menyampaikan adanya beragam tantangan yang mereka hadapi untuk melakukan perubahan tata kelola tanah kas desa tersebut. Beberapa diantaranya yakni terkait perbedaan luas tanah kas di masing-masing desa, adanya ketergantungan pada dana sewa tanah kemakmuran desa untuk kebutuhan operasional desa, dan sistem pengelolaan yang berbasis adat.
Maka dari itu, dibutuhkan suatu regulasi acuan skala kabupaten sebagai pedoman umum dalam mengatur pengelolaan tanah kas desa agar dimanfaatkan secara adil terutama untuk masyarakat miskin dan generasi muda. Terkait teknis pengelolaannya akan diperdalam kembali melalui penelitian yang saat ini sedang berjalan, akan tetapi tentu akan mengacu kepada masing-masing desa mengingat kondisi konteks lokal yang berbeda.
Dari pertemuan ini diharapkan adanya pertukaran informasi sehingga muncul pembelajaran dari masing-masing desa terkait pengelolaan tanah kas desa. Selain itu, diharapkan adanya komitmen dan kolaborasi berbagai pihak dalam mewujudkan pedoman umum tata kelola tanah kas desa yang adil demi terciptanya kesejahteraan dan kemaslahatan bersama.