, ,

Resiliensi Krisis melalui Revitalisasi Perdesaan

Pandemi Covid-19 telah menyebabkan gelombang besar kembalinya Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke kampung halamannya di desa-desa. Hal ini menimbulkan limpahan tenaga kerja dan ditakutkan menjadi beban ekonomi bagi desa dan daerah. Namun di sisi lain, PMI ini dapat juga dilihat sebagai peluang bagi desa untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan proses pembangunan desa, berhubung para pekerja migran ini memiliki ragam keterampilan yang dapat berkontribusi bagi pemulihan ekonomi desa. Demikian di antara uraian dari Nofalia Nurfitriani, peneliti AKATIGA, dalam webinar bertajuk Resiliensi Krisis Melalui Revitalisasi Perdesaan yang digelar atas Kerjasama Migrant Care dengan AKATIGA (Selasa, 31 Agustus 2020).

Menyangkut penanganan Covid-19 di desa, Bito Wikantosa, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendesa PDTT, menjelaskan bahwa pemerintah telah mengalihkan penggunaan dana desa kepada tiga fokus kegiatan penanganan Covid, yakni; untuk biaya pencegahan penularan, penyaluran bantuan tunai langsung (BLT), dan pemulihan ekonomi melalui padat karya tunai desa (PKDT). PKDT diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi di desa, misalnya untuk pertanian, perikanan, peternakan, dan potensi ekonomi lain yang ada di desa.

Sejalan dengan itu, Frans Haidar Kepala Dispermades Kab. Kebumen melihat kondisi tersebut mendorong revitalisasi pemanfaatan dana desa yang lebih baik. Jika dulu hanya terpaku pada infrastruktur, saat ini bisa lebih berkembang ke arah pemberdayaan masyarakat, termasuk kepada PMI dan keluarganya. Dalam hal ini, peluang yang bisa dimanfaatkan PMI adalah BLT dan terlibat dalam pemulihan ekonomi melalui padat karya tunai.

Namun demikian, dalam praktiknya program BLT dan PKTD belum dikenal secara luas di kalangan PMI. Arumy Marsudi, mantan buruh migran dari Kebumen menyampaikan bahwa saat ini memang banyak PMI yang dipulangkan dan tidak bisa kembali, dan sayangnya banyak di antara mereka tidak bisa mendapat BLT atau PKTD karena tidak memenuhi syarat penerima (miskin, berpenyakit rentan, dll). Terkait hal itu, Frans menyarankan untuk PMI atau keluarganya agar PMI perlu lebih aktif di dalam musdes, agar dapat dilibatkan dalam program BLT atau PKTD. Namun jika mereka memang tidak memenuhi syarat penerima, PMI bisa mencoba mengakses program lain dari Dinas Tenaga Kerja.

Menyorot persoalan terbatasnya akses PMI pada program BLT atau PKTD tersebut, Wahyu Susilo dari Migrant Care menjelaskan bahwa gagasan penanganan dampak Covid di desa cukup selesai dengan pengalihan Dana Desa perlu diubah. Revitalisasi perdesaan terkait penanganan dampak Covid, dan juga menyangkut pemberdayaan PMI perlu mempertimbangkan pengelolaan remiten (kiriman uang dari rantau). Pengelolaan remiten seharusnya diintegrasikan dalam proses pembangunan di desa, misalnya dalam rangka penumbuhan usaha-usaha baru dari kelompok atau keluarga PMI.

Terkait dengan ide isu tersebut, Nofalia menerangkan bagaimana pertanian bisa dioptimalkan pemerintah desa di Kebumen untuk pemulihan ekonomi dampak Covid, dan pemberdayaan PMI. Sebagai lapangan pekerjaan yang paling umum di perdesaan Kebumen, pertanian berpotensi menjadi lapangan kerja baru bagi PMI dan pengangguran baru lainnya. Namun perlu disadari bahwa sektor pertanian juga sangat terdampak berupa kacaunya input dan output produksi karena logistik terganggu, dan hal itu menyebabkan penurunan pendapatan.

Untuk memperkuat sektor pertanian, pemerintah desa bisa membantu dengan mengalokasikan dana desa untuk menjadi subsidi dalam mengakses sumberdaya produksi, yakni akses pada tanah kas desa. Akses lahan yang lebih murah akan sangat membantu bagi masyarakat miskin terdampak, temasuk PMI untuk bisa mendapat manfaat dari usaha pertanian. Hal ini merupakan pendekatan strategis, baik dalam rangka pemulihan ekonomi dari dampak pandemi, maupun untuk proses merevitalisasi perdesaan sebagai basis pemberdayaan bagi masyarakat. Untuk tujuan tersebut, AKATIGA bersama FORMASI dan Dispermades Kebumen sedang mendorong kebijakan tata kelola tanah kas desa yang menjadi pegangan dan pedoman pemerintah desa dalam mengelola tanah kas desanya secara lebih inklusif.