Tata Kelola Tanah Kas Desa di Desa Kalibeji Kebumen
Untuk mempelajari Pola Tata Kelola Pertanahan Perbendaharaan Desa di Kebumen, AKATIGA bersama FORMASI mengadakan serangkaian kegiatan penilaian di 6 desa di Kebumen. Salah satunya adalah Desa Kalibeji, Kecamatan Sempor.
Berdasarkan cerita rakyat setempat, nama Kalibeji berasal dari kata “Kali” yang berarti sungai dan “Beji” yang berarti telaga kecil. Nama tersebut mewakili kondisi Kalibeji dengan adanya sejumlah danau kecil yang menjadi salah satu sumber air persawahan di desa tersebut.
Desa Kalibeji terdiri dari 6 RW (Rukun Warga) dan 24 RT (Rukun Tetangga). Pemerintahan desa diisi oleh 1 kepala desa, 6 perangkat desa dan 6 RW (Rukun Warga)/Dusun. Pada tahun 2018, jumlah penduduk Kalibeji sebanyak 4.229 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 939 jiwa. 1.427 di antaranya adalah generasi muda (15-29 tahun), yang menyumbang 34% dari total penduduk.
Desa yang hanya berjarak kurang dari lima kilometer dari Waduk Sempor ini merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan aktivitas pertanian. Luas sawah yang dimiliki desa ini kurang lebih 94 Ha, 40 % dari total luas yang kurang lebih 233 Ha. Sedangkan lahan yang digunakan untuk berkebun mencapai sekitar 23 hektare.
Pengelolaan Tanah Perbendaharaan Desa Kalibeji
Kalibeji memiliki tanah kas negara seluas 1.000 ubin (14.000 m2) yang dilelang kepada 24 ketua RT. Pelelangan tersebut terselenggara karena kerja keras yang telah dilakukan ketua RT, perlu diberikan penghargaan berupa akses terhadap tanah kas desa, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki lahan garapan. Proses lelang dilakukan setiap tahun pada bulan Oktober.
Pada tahun 2019, biaya sewa lahan dibagi menjadi beberapa kelas. Mereka adalah kelas 1, dengan biaya Rp. 3.000.000/ 100 ubin, kelas 2 seharga Rp 2.500.000/ 100 ubin, kelas 3 seharga Rp 1.000.000/ 100 ubin. Kelas-kelas tersebut dibedakan berdasarkan kualitas tanah dan lokasinya. Harganya pun tidak jauh berbeda dengan pasar Kalibeji. Tidak ada potongan harga karena seluruh hasil sewa akan dikumpulkan dan dibagikan secara merata kepada seluruh ketua RT sebagai insentifnya.
Selain tanah kas desa 1.000 ubin, ada juga tanah kas desa yang digunakan untuk pensiunan. Mantan kepala desa mendapat 600 ubin, sekretaris desa mendapat 300 ubin, kaur/ kasi/ kadus/ Ketua RW mendapat 200 ubin. Namun lahan seluas 200 ubin yang diperuntukkan bagi pensiunan perangkat desa (kaur/ kasi/ kadus/ RW) jarang dimanfaatkan.
Apabila tanah tersebut merupakan tanah pensiunan desa yang tidak digunakan maka tanah tersebut akan dilelang kembali. Pada tahun 2010-2011, lahan ini pernah digunakan untuk kebutuhan Karang Taruna. Dan juga telah dijadikan penghargaan bagi Hansip (keamanan) atau PKK dalam cara mereka mendapatkan uang dari harga sewa tanah.
Kesempatan untuk menyewa tanah kas desa merupakan suatu hal yang penting untuk mengapresiasi jasa-jasa yang telah dilakukan oleh para ketua RW. Suhadioyanto (61 tahun), merupakan penyewa tanah kas desa yang paling senior. Ia mulai menyewa tanah kas desa sejak tahun 1989 hingga tahun 2019 (saat asesmen). Sejak menjabat ketua RT selama 10 tahun, perangkat desa 15 tahun, dan kembali menjabat ketua RT selama 5 tahun.
Dalam kesehariannya menjalankan tugas sebagai perangkat desa, Suhadiyanto merasa terbantu dengan adanya tanah kas desa tersebut. Lahan yang dikelolanya luasnya 70 ubin. Dalam satu tahun, ia bisa menanam padi (Oryza Sativa) dua kali dan palawija (hortikultura) satu kali. Pada musim tanam pertama bisa menghasilkan 7 kuintal padi, dan 5 kuintal pada musim tanam kedua. Menurutnya, meski tidak banyak, namun hasil panen tersebut setidaknya membuat dirinya cukup tenang untuk urusan stok beras.
Kaum Muda dan Pertanian
Selama proses lelang tanah kas desa di Desa Kalibeji belum pernah ada yang khusus diperuntukkan bagi generasi muda, perempuan bahkan masyarakat miskin. Namun pada tahun 2010-2011, pemerintah desa telah memfasilitasi Karang Taruna untuk mengelola sekitar 200 ubin tanah kas desa untuk sawah. Pendapatan dari lahan tersebut akan digunakan untuk mendanai kegiatan Karang Taruna.
Lahan tersebut merupakan sisa jatah pensiun yang diberikan kepada Karang Taruna sebagai bentuk insentif atas peran generasi muda dalam mengurus ladang desa. Namun karena banyak dari mereka yang merantau, maka penggunaan tanah kas desa oleh Karang Taruna terhenti, begitu pula kontribusi generasi muda terhadap pertanian.
Menurut Agus Riyanto, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Kalibeji, budaya buruh migran atau mencari pekerjaan di luar desa sudah kuat di desa tersebut. Selain merantau ke kota lain, mereka bahkan bisa memilih bekerja sebagai perajin batu bata dan terjun di bidang konstruksi yang juga cukup berkembang di sekitar Desa Kalibeji.
Bagi mereka yang belum merantau, atau sudah kembali ke desa, jumlahnya relatif sedikit. Sebagian dari mereka memilih bekerja di bidang konveksi rumahan, mengerjakan pesanan yang berasal dari industri konveksi di kecamatan Gombong. Salah satunya memiliki inovasi membangun pengelolaan sampah terpadu yang dikenal dengan studi banding ke daerah lain. Dan satu lagi mengembangkan usaha pupuk organik yang pemasarannya telah bekerjasama dengan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Namun berbanding terbalik dengan mereka yang memilih bertani.
Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran mengenai bagaimana regenerasi petani muda di Kalibeji. Pemerintah desa sebelumnya mengembangkan beberapa upaya untuk menumbuhkan minat generasi muda terhadap pertanian. Beberapa waktu lalu, pemerintah desa mengirimkan beberapa pemuda untuk mengikuti pelatihan petani milenial di Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen (Dinas Pertanian Kabupaten Kebumen). Namun belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Agus melihat minimnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama karena kecilnya pendapatan di sektor pertanian. Kedua, tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya menjadi petani. Ketiga, hampir 80% lahan pertanian di Kalibeji adalah milik pihak luar. Oleh karena itu, warga di Kalibeji harus menyewa lahan untuk bertani.
Oleh karena itu, generasi muda beranggapan jika harus menyewa lahan untuk bertani, maka mereka tidak mempunyai cukup uang untuk itu. Sementara itu, mereka juga mengetahui secara nyata bahwa pendapatannya tidak menjanjikan. Dalam hal ini, akses terhadap lahan berdampak cukup besar dalam menghambat partisipasi generasi muda dalam bertani. Selain itu, rendahnya pendapatan di sektor pertanian membuat generasi muda semakin tidak tertarik.
Optimalisasi Perencanaan Lahan Desa dan Partisipasi Generasi Muda
Melihat permasalahan yang terjadi di desanya, Adman, Kepala Desa Kalibeji yang baru, memandang perlu ada cara untuk mengoptimalkan potensi generasi muda yang ingin bertani. Ia mengembangkan beberapa model pertanian alternatif untuk merangsang minat generasi muda terhadap sektor pertanian. Pertanian alternatif itu bertujuan untuk mengoptimalkan lahan desa baik tanah bengkok maupun tanah kas agar bisa lebih produktif.
Arman mengusung kebijakan pembangunan pertanian yang disebut dengan diversifikasi komoditas. Ia mencoba mengembangkan komoditas Pare (Momordica Charantia). Alasannya karena di Kecamatan Gombong sudah terdapat pasar Pare yang berkualitas. Namun bisa diubah berdasarkan komoditasnya. Pokoknya kita harus terus membaca tren pasar agar kita tahu kapan kita harus menanam komoditas yang harganya bagus.
Arman sendiri sudah mencoba menanam dan juga menjual Pare, dan menurutnya hasilnya akan bagus. Ia memanfaatkan Tanah Bengkok miliknya dan membentuk kelompok kerja yang terdiri dari 6 perangkat desa. Adman berharap cara tersebut dapat menginspirasi perangkat desa lainnya untuk mengoptimalkan pengelolaan Tanah Bengkok.
Sedangkan besaran hak Tanah Bengkok di Kalibeji adalah: 3500 ubin untuk kepala desa, 1500 ubin untuk sekretaris desa, dan untuk 11 orang Kaur/ Kasi/ Kadus, masing-masing akan mendapat 500 ubin untuk Tanah Bengkok. Menurut Adman, Tanah Bengkok dengan luas sebesar itu sangat potensial jika bisa mengoptimalkan generasi mudanya.
Dari proses uji coba yang telah dilakukan, pendapatan dari menanam Pare terlihat lebih baik dibandingkan dengan menanam Padi. Berdasarkan hal tersebut, perangkat desa ke depan ingin mengembangkan Pare di lahannya dan melibatkan generasi mudanya sebagai petani.
Salah satunya Agus, Kepala Dusun 2. Ia berencana mengalokasikan 50 ubin dari Tanah Bengkok miliknya untuk digandeng generasi muda dalam pengelolaannya. Berangkat dari pengalaman pribadinya sebagai mantan buruh migran, ia memahami bahwa kaum muda mempunyai peluang untuk mengolah tanah atau bahkan bekerja di ladang yang berpenghasilan tinggi, melihat fakta bahwa kaum muda ingin bekerja di sektor pertanian.
Apalagi terkait tanah kas desa, meski masih digunakan untuk insentif ketua RT, Kepala Desa Kalibeji melihat masih ada peluang ke depan. Misalnya, jika separuh pengelolaan tanah kas desa diserahkan kepada generasi muda, diharapkan produktivitasnya bisa optimal sehingga hasilnya tetap bisa memenuhi kebutuhan insentif ketua RT.